The RK Official Website

22 Jan 2017

Sejarah Haji Sulaiman

Haji Sulaiman bin Haji Ibrahim atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Sulaiman ialah salahsatu tokoh desa Bungo, dia adalah seorang petani dan pedagang yang kaya dan juga seorang muslim yang religius.
Tanggal lahirnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan lahir antara tahun 1875 s.d. 1880 atau dua puluh lima tahun sebelum dia mendirikan rumahnya di Bungo Lor.
Interior rumah Haji Sulaiman.


Garis Leluhur
Menurut riwayat dari Kiyai Syafiq Hidayatullah; bahwa Haji Sulaiman adalah keturunan keempat dari Kiyai Nawawi, silsilahnya adalah: Haji Sulaiman bin Haji Ibrahim bin Kiyai Ahmad Yusuf bin Jayan bin Kiyai Nawawi.

Kiyai Nawawi sendiri ialah imam Masjid Jami' Syuhada', seorang penghafal Alquran dan penyalin Kitab Suci Alquran dengan tulisan tangan yang berasal dari Mayong, Jepara dan hidup pada kurun 1700an.
Silsilah dari Haji Sulaiman s.d. Kiyai Nawawi sudah diverifikasi dan terbukti valid.

Menurut riwayat itu pula dituliskan bahwa Kiyai Nawawi bin Kiyai Ndeles adalah termasuk keturunan Sunan Kudus. Riwayat ini belum diverifikasi, silsilahnya lemah dan tidak didukung catatan sejarah, satu-satunya teori yang mendukung adalah terbentuknya daratan bekas Selat Muria dalam sejarah geologi yang terjadi antara tahun 1550 s.d. 1700.
Sebagian keturunan Sunan Kudus melakukan persebaran ke sisi barat; yaitu kota Mayong dan sebagian keturunan mereka menyebar lebih jauh ke barat, ke daratan yang baru saja terbentuk.

Kehidupan Pribadi
Nama Sulaiman adalah nama pemberian orangtuanya sejak lahir dan bukan nama gelar sesudah menunaikan ibadah haji.
Dibesarkan di tengah keluarga kaya, Sulaiman muda memiliki sifat keras. Postur tubuhnya termasuk tinggi, sekitar 175 cm, raut mukanya sangat mirip dengan anaknya yang ketiga; H. Baidlowi.

Menginjak dewasa - sekitar tahun 1903 dia menikahi Rusmi alias Hj. Khadijah, wanita desa Jali.
Pada dinding rumahnya di ruang tamu terukir tulisan tahun 1905 sebagai prasasti berdirinya rumah dan rumah itu masih berdiri sampai hari ini.

Profesi utamanya adalah petani padi dan dia juga menanam palawija di bantaran sungai Wulan.
Walaupun memiliki sifat keras, Haji Sulaiman adalah sosok yang dermawan dalam kehidupan sehari-hari.
Haji Sulaiman mewarisi sebagian harta dari orangtuanya.

Haji Sulaiman hidup dalam tiga zaman; yaitu penjajahan Belanda, penjajahan Jepang dan kemerdekaan Indonesia.
Dia menunaikan ibadah haji pada zaman Hindia Belanda.
Pada masa itu transportasi dari Jawa ke tanah Hijaz hanya dilayani dengan kapal pelayaran. dari keberangkatan sampai kembali ke kampung halaman membutuhkan waktu empat bulan lamanya.
Biaya pelayaran yang sangat mahal menjadikan hanya sedikit orang yang mampu menunaikan ibadah itu.

Pendirian Masjid Baitur Rosyidin
Sesudah menunaikan ibadah Haji, dia mempunyai inisiatif untuk mendirikan sebuah langgar atau surau untuk masyarakat di sekelilingnya.
Situs awal langgar itu ada di seberang jalan - depan rumahnya di pinggir barat jalan raya Bungo Lor.
Rencana itu ditolak oleh salahsatu menantunya walaupun pembangunannya sudah sampai pada tahap reklamasi fundasi.
Kemudian dia memindahkan situs langgar yang direncanakan itu ke tanah dalam gang yang sekarang menjadi kampung Masjid.
Dia meminta Kiyai Tasimin agar pekarangan rumahnya dijadikan situs untuk langgar yang dia inginkan dan menggantinya harta itu dengan lahan sawah miliknya dengan nilai yang setara.
Masjid Baitur Rosyidin, 2014


Setelah Haji Sulaiman mencurahkan banyak dana untuk pembangunan langgar itu maka Kiyai Tasimin merelakan pekarangannya untuk didirikan langgar tanpa meminta ganti rugi kepada Haji Sulaiman sedikitpun.

Sekitar tahun 1940, kedua sahabat itu kemudian menjalin hubungan perbesanan. Putra Kiyai Tasimin; Yahya menikahi putri Haji Sulaiman yang bernama Solekhah.

Langgar dengan bahan utama kayu jati itu kemudian dipugar pada tahun 1970an dengan bangunan beton dan statusnya ditingkatkan menjadi masjid jami' untuk salat Jumuah.

Penduduk desa Bungo sering menyaksikan dia mendirikan salat malam di Langgar yang dia dirikan. Secara rutin, pada tengah malam yang gelap dia keluar dari rumahnya dengan membawa lampu minyak menuju langgar itu. Beberapa remaja yang sering tidur di langgar itu merasa sangat familiar dengan kehadirannya.

Wafat
Haji Sulaiman wafat pada hari Ahad, 11 Syawwal 1378 Hijriyah atau 19 April 1959 pada umur antara 75 s.d. 80 tahun. Dia dimakamkan di belakang masjid Jami' Syuhada', Kauman, desa Bungo.
Makam Haji Sulaiman



Garis Keturunan
Haji Sulaiman mempunyai lima orang anak:
  1. KH Abu Ali (w. 1942), hidup di Bungo Lor.
  2. H. Kurdi (l. 1909 - w. 1983), hidup di desa Jali
  3. H. Baidlowi (w. 1994), hidup di Bungo Kidul
  4. Hunainin, hidup di Bungo Lor
  5. Solekhah (w. 2001), hidup di Bungo Lor.
Silsilah Bani Sulaiman, cetakan 2014


Menurut sensus keluarga Bani Sulaiman pada Februari 2016; terdapat 776 jiwa keturunan Haji Sulaiman yang masih hidup yang terbagi dalam 213 keluarga.

Setelah sukses mengadakan Qurban bersama Bani Sulaiman pada 2014, beberapa pemuda dari generasi keempat pada tanggal 9 juli 2016 - dengan suasana segar Hari Raya Idul Fitri, mereka mengadakan pertemuan besar atau silaturrahim Bani Sulaiman di halaman SMA Islam Robin yang dihadiri sekitar 350 orang dari generasi ketiga s.d. generasi keenam. Pertemuan itu mengusung slogan "Ngumpulke balung pisah", dan itu adalah sebuah kegiatan yang dicita-citakan sejak dua puluh tahun sebelumnya.

Daftar keturunan Haji Sulaiman yang dikenal luas:
  • H. Baidlowi (Kepala Desa Bungo era 1940an).
  • Kiyai Abu Badri (ulama' desa Bungo w. 2008).
  • Abdul Rosyid (Kepala Desa Bungo 1989-1998).
  • Hj. Mustofiah AM (pendiri Yayasan Pendidikan Islam Raudlotut Tholibin).
  • Fahrur Rozi (Sekretaris Jenderal Pengurus Nasional Karang Taruna 2000-2005).
  • Imam Wahyudi (Kepala Desa Bungo 2009-2016).
  • Hj. Yuliah (pendiri Musholla Al-Ikhlas)
  • Mustafid (Kepala Desa Jali (2016-sekarang).
  • Hj. Ida Mahmudah (Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta 2014-sekarang).
Album Bani Sulaiman, 2016

Lihat juga:
Sejarah Kiyai Nawawi
Sejarah Desa Bungo pada Abad ke-20
Sejarah Wedung pada Masa Penjajahan dan Kemerdekaan
Mengenang Pak Jamil
HOME - bungoku.blogspot.com

Tidak ada komentar: