The RK Official Website

28 Des 2015

Ekonomi Desa Bungo

Ekonomi desa Bungo itu tidak seperti kebanyakan ekonomi pedesaan lainnya. Ekonomi di sini merupakan bauran dari beberapa sektor usaha.

Ekonomi desa ini kadang tampak seperti desa-desa di sebelah timurnya seperti Jungpasir, Jetak, Tempel dan Kenduren yang menjadikan pertanian sebagai sumber penghidupannya.
Ekonomi desa ini kadang pula tampak seperti desa-desa di sebelah baratnya, seperti Menco, Babalan atau Kedungmutih yang menjadikan kelautan dan perikanan sebagai sumber penghidupannya.
Namun, ekonomi di desa ini tampak pula seperti Wedung atau Angin-angin yang ditandai dengan kemajuan perdagangan.

Ekonomi desa ini juga unik karena desa ini juga menjadi sentra industri petasan, mainan anak mobil-mobilan sejak era Orde Lama dan menjadi sentra pendaratan hasil tangkapan laut berupa kerang-kerangan, yang merupakan satu-satunya di kabupaten Demak sehingga menjadikan desa ini terkenal dibanding desa-desa lainnya.

Produk-produk desa Bungo menurut sektor usaha (est. 2015)

Sektor-sektor usaha di desa Bungo.
Tenaga kerja desa Bungo (est. 2015)

Pertanian

Mayoritas pertanian di sini adalah pertanian padi, namun ada pula pertanian palawija dalam skala kecil.
Masalah awal yang dihadapi petani adalah sempitnya lahan untuk digarap, -kebanyakan di sini adalah petani penyewa lahan. Rata-rata petani menggarap satu s.d. lima petak sawah atau sekitar dua ha.
Tingginya permintaan sawah garapan tetapi tidak diimbangi penambahan lahan garapan menjadikan harga sawah melambung tinggi.

Dalam satu tahun, ada dua kali masa tanam, MT pertama dimulai pada masa pancaroba (angin muson; Oktober-Desember), sedangkan MT kedua dimulai ketika panen MT satu telah selesai (bulan Maret - Juli).

Pertanian di sini menyerap kira-kira 60% tenaga kerja yang ada, dan bahkan mendatangkan tenaga kerja dari luar desa. Mereka bekerja mulai dari menggemburkan tanah dengan traktor, menyemai dan menanam benih, pemupukan, penyiangan, penyemprotan hama, pemanenan sampai transportasi hasil panen.

Masalah lain bagi petani di sini adalah kurangnya modal untuk mengelola lahan. Petani yang kekurangan modal itu terpaksa membeli pupuk melalui bond pada toko pertanian dan membayarnya ketika panen tiba, namun mereka harus menanggung beban bunga atas bond barang.

Pada era 1990-an, pemerintah RI menggulirkan Kredit Usaha Tani atau KUT untuk menguatkan modal petani dalam mengelola sawah mereka, namun karena manajemen yang tidak baik dan karena hasil panen yang puso maka akhirnya pemerintah memutihkan utang-utang petani.

Pemerintah desa Bungo, pemerintah kabupaten Demak dan pemerintah provinsi Jawa Tengah sesungguhnya terus mendorong kemajuan pertanian dan kesejahteraan petani, mereka membangun jalan dan jembatan pertanian, mengeruk sungai-sungai yang dangkal, membangun embung untuk cadangan air, membangun jaringan irigasi tersier dan juga memberi penyuluhan kepada petani.

Pertanian palawija juga ada di sini, seperti pisang, cabe, bawang, kacang-kacangan dan umbi-umbian, namun itu hanya untuk konsumsi keluarga petani sendiri.
Dan pada beberapa tahun terakhir petani desa Bungo juga meniru petani desa-desa tetangga, mereka mulai menanam semangka dan melon.

Bagi penduduk desa Bungo, pertanian itu tidak hanya membuat mereka bertahan hidup namun juga memberi kesejahteraan yang berarti.

Kelautan dan Perikanan

Seratus tahun yang lalu, jarak desa Bungo dari garis pantai laut Jawa hanyalah 7 Km, namun pada tahun 1917, pemerintah kolonial Belanda membangun kanal untuk mencegah banjir meluap di kota Kudus yang merupakan pusat perdagangan yang lumayan penting.

Mereka menjadikan kali Wulan sebagai kanal pembuangan air bah dari timur dan membangun tanggul pada kanan dan kiri sungai itu.

Banjir yang membawa jutaan ton lumpur itu mengendap pada muara kali Wulan di dusun Menco dan kemudian membentuk delta yang sangat luas, dan ini menjadikan jarak nelayan ke pantai semakin jauh, kira-kira 12 Km.

Pada tahun 1978, pemerintah kabupaten Demak membangun tempat pelelangan ikan atau TPI, namun di sini tidak ada pelelangan ikan, dan hanya pendaratan dan penimbangan hasil tangkapan nelayan berupa kerang, remis, tiram, keong laut, kijing dan sriping.
Dan pada tahun 2003, pemerintah Kabupaten Demak membangun dermaga pendaratan ikan dan tambatan perahu nelayan sehingga nelayan bisa aman dan nyaman.

Para nelayan pencari kerang-kerangan berangkat melaut pada dini hari, menyebar jaring pukatnya pada pagi hari dan sebelum dhuhur mereka pulang dan sampai di dermaga pada pukul 1 s.d. 3 siang.

Mereka menjual hasil tangkapannya pada pengepul dan kemudian pengepul menjual dagangannya pada pedagang ecer.
Sebagian pedagang ecer memasarkannya di warung-warung dalam bentuk matang di kota Demak, Jepara, Purwodadi dan Kudus. Dan yang lainnya memasarkan dalam bentuk mentah berkeliling dari kampung ke kampung.

Beberapa pengepul besar dari desa Bungo membeli barang dalam jumlah besar dan mereka dibantu oleh buruh kupas dan memasarkannya di pasar-pasar kota Semarang, Juwana, Surabaya dan Cirebon.

Ikan dan kerang-kerangan yang lezat dan kaya protein itu membantu nelayan mempertahankan hidupnya dan bahkan memberi mereka kesejahteraan yang lumayan.

Perdagangan dan Jasa

Desa Bungo yang dilewati jalan kabupaten dan terletak di poros kecamatan Wedung itu menjadikan lalu-lintas di sini ramai dan mendorong kemajuan perdagangan lokal.
Orang-orang dari desa-desa tetangga yang terpencil itu mencari barang-barang dari sini.

Toko-toko sembako, material bangunan, obat-obatan pertanian dan peralatan nelayan dan beberapa warung makan yang berjajar di jalan raya desa Bungo menjadi tanda kemajuan perdagangan di sini.

Untuk mendorong perdagangan, maka pemerintah dan masyarakat melalui PNPM tahun 2012 merehab bangunan pasar desa hingga menjadi menjadi besar dan indah.

Penduduk desa Bungo juga dikenal sebagai pedagang sayur-mayur keliling di kota Semarang. Mereka kulak di pasar Johar dan memasarkannya di seluruh penjuru kota.
Fenomena ini sudah ada sejak generasi tua sampai generasi muda sekarang.
Dan perdagangan ini cukup lumayan untuk membantu mengangkat ekonomi warga desa Bungo.

Sektor jasa di desa ini juga cukup maju dibandingkan dengan desa-desa tetangganya.
Di sini bisa kita jumpai warnet, bengkel motor, tukang las, sewa tenda, rias pengantin, pangkas rambut, reparasi elektronik, penjahit pakaian, tukang kayu dan bangunan, jasa keuangan seperti koperasi dan arisan serta jasa transportasi seperti minibus, truk, kendaraan roda tiga, becak, gerobak songkro serta ojek.

Industri kecil

Industri rumah tangga di sini berkembang lebih baik daripada desa-desa sekitarnya.
Industri petasan sudah terkenal sejak 1960-an, diekspor sampai kota Surabaya, namun karena razia-razia yang rutin dilakukan oleh kepolisian maka menjadikan industri ini hampir lenyap.

Industri kreatif mobil-mobilan mulai berkembang sejak tahun 1970-an, namun mengalami penurunan produksi karena akibat serbuan mobil-mobilan plastik produksi industri besar.
Industri boneka, topi, tas masih terus bertahan walau ada persaingan produk serupa dari Jawa Timur.

Kebutuhan tenaga kerja pada industri besar di kota-kota seperti Jakarta dan Semarang telah menarik pemuda pencari kerja untuk melakukan urbanisasi.
Dan pada tahun-tahun terakhir ini, seiring berkembangnya industri di Sayung dan Karangtengah maka para pencari kerja tak perlu melakukan urbanisasi, mereka berangkat bekerja dari rumah ke pabrik setiap hari.

Pariwisata

Setiap hari, belasan orang dari kota Semarang, Kudus dan Welahan datang ke sini untuk memancing ikan kakap dan ikan lainnya di jembatan Bungo.
Tujuan mereka ke sini sesungguhnya hanyalah untuk melancong atau rekreasi. Kedatangan mereka membantu menghidupkan ekonomi desa Bungo. Mereka membeli peralatan memancing, makanan, minuman dan juga membutuhkan jasa parkir kendaraan.

Sejak tahun 2011, pemerintah desa Bungo sangat giat mempromosian pariwisatanya.
Mereka mengadakan parade kirab budaya sebagai tanda syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang mereka terima.

Kirab budaya desa Bungo, 2014
 Kirab budaya itu juga berfungsi untuk membina persatuan dan kerukunan penduduk.
Parade kirab budaya diikuti oleh semua kelompok masyarakat; seperti perangkat desa, BPD, LKMD, PKK, Karang Taruna, RT, RW, para petani, nelayan dan murid-murid sekolah yang ada di desa Bungo.
Route kirab berawal dari sekolah Robin dan diakhiri di makam Mbah Panji Kusumo.

Pesta Syawalan yang diadakan sesudah hari raya Idul Fitri di kawasan dermaga nelayan sangat menarik semua kalangan. Secara tradidionl mereka mendatangkan pertunjukan seni kethoprak untuk hiburan bagi pengunjung.

Kedua kegiatan itu telah berhasil menarik perhatian pengunjung dari luar desa Bungo.
Pemerintah kabupaten Demak menyambut baik kegiatan seperti itu dan berjanji akan membantu mengembangkan pariwisata di desa ini.

Urbanisasi

Sejak tahun 1970-an, sebagian penduduk desa Bungo yang kesulitan mencari penghidupan di desanya sendiri, mereka merantau ke kota besar seperti Jakarta dan Semarang.
Kebanyakan profesi dari generasi pertama adalah pedagang, namun sejak 1990-an kebanyakan profesi mereka adalah pekerja pada sektor industri dan jasa.

Sejak masa reformasi, tempat merantau yang favorit adalah Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.
Ketika Jakarta sudah terlalu padat, maka daerah yang kaya sumber daya alam itu terbukti lebih menjanjikan.

Para perantau mengirimkan sebagian uang mereka untuk keluarganya di desa, dan ini menyumbang ekonomi desa Bungo secara berarti.

***
Baca juga:
Artikel tentang Desa Bungo 
Putu Panji - Putra Desa Bungo 
Wakala Dinar dan Dirham Kab. Demak

Tidak ada komentar: