Saudara-saudara dan teman-teman saya semuanya yang ada di seluruh muka bumi.
Saya dilahirkan di desa Bungo, RT 2, RW 7 yang termasuk wilayah dusun Bungo Lor pada tahun 1979.
Dari sebuah rumah arsitektur Jawa gaya pencu di pinggir jalan raya Bungo - Mutih.
Rumah dengan dinding papan kayu dan gebyok berukiran motif bunga dan berlantai tanah itulah kenangan-kenangan di masa kanak-kanak tertulis.
Rumah Betawen yang berdiri sejak awal 1940-an itu merupakan rumah yang paling utara di kawasan Bungo utara pada masa itu.
Rumah itu digunakan untuk mengungsi bagi penduduk Wedung yang terdesak akibat agresi militer Belanda pada tahun 1947-1948.
Kemudian rumah peninggalan kakek itu dipugar dengan arsitektur modern pada tahun 1984 namun pembangunannya tak sampai pada tahap finishing karena kurangnya dana.
Pendidikan saya di desa tidaklah cemerlang namun cukup lumayan dan pendidikan saya di kota Demak dan Semarang memberi pengalaman hidup yang cukup berarti.
Desa Bungo adalah termasuk desa agraris dan maritim, sebagian penduduknya berprofesi sebagai petani dan nelayan dan sebagian lainnya masuk ke sektor jasa dan perdagangan.
Desa ini adalah porosnya kecamatan Wedung, desa ini tidak terletak di timur atau barat, tidak terletak di utara maupun sisi selatan , tetapi tepat di tengah kecamatan Wedung, sehingga menjadikannya termasuk desa yang terkemuka di kecamatan itu.
Sejak lulus SMA; saya sangat berminat tentang isu pembangunan dan dakwah Islam. Ini mungkin karena pengaruh dari akar leluhur saya dari bapa atau kakek-kakek dan nenek moyang.
Walaupun di dunia nyata saya sudah tidak menjadi warga desa Bungo, namun di dunia maya; saya masih tetap tinggal.
Internet adalah tempat yang sempurna untuk kehidupan saya dan dia membantu saya tetap tumbuh berkembang dan mempertahankan hidup.
Internet itu seperti pisau bermata dua; dia bisa dimanfaatkan untuk kebaikan dan keburukan. Internet merupakan bayang-bayang kehidupan nyata, dan sebagai hamba yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita harus memanfaatkannya untuk kebaikan.
Situs saya ini saya desain dengan warna background yang agak gelap untuk mengurangi radiasi layar LCD dari komputer atau ponsel agar mata pembaca tidak cepat lelah, dan dengan warna teks putih agar tampak jelas dibaca.
Di desa Bungo mayoritas pembaca website dan pengguna media sosial dimulai dari generasi yang lahir pada tahun 1980-an, dan generasi yang sebaya dengan saya relatif sedikit. Kehidupan desa yang akrab dengan pertanian dan perikanan membuat mereka tidak berminat untuk masuk ke teknologi informasi seperti internet.
Halaman web ini menggunakan tata bahasa baku Bahasa Indonesia, dijelaskan secara rinci seperti artikel berbahasa Inggris internasional, terkadang bersajak seperti gaya kitab suci dan bernostalgia dengan bahasa Melayu lama.
Semua itu digunakan untuk meningkatkan kecerdasan pembaca warga desa Bungo.
Impian kita adalah desa Bungo yang maju, sejahtera dan religious seperti yang dicita-citakan oleh pendahulu kita.
SELAMAT MEMBACA
Mengenang Pak Jamil
Ekonomi Desa Bungo
Kisah Si Gembel yang Tersisih dari Kampungnya
Bungo Lor - Berawan
Pasukan Pedagang Sayuran dari Bungo
Bungo is Beautiful
Pemancingan di Jembatan Bungo
Haul Mbah Panji Kusumo 2016
Dilema SMAN 1 Wedung
Sejarah Desa Bungo Abad ke-20
Hubungan Desa Bungo dengan Jetak
Sejarah Kyai Nawawi
Sejarah Wedung pada Masa Penjajahan
Masjid Jami' Al-Aziz, Angin-angin, Buko
Sejarah Haji Sulaiman
Robin dalam Dinamika Pendidikan Nasional
Gallery Bungo 2015
Kantor balai desa Bungo yang baru. |
Kantor balai desa yang baru saja ditempati oleh Pemerintah Desa Bungo menjelang peringatan kemerdekaan RI ke-70, tanggal 17 Agustus 2015. (foto; 12/10/2015).
Situasi jalan raya desa Bungo di siang hari. |
Warung nasi kucing Pak Rokani. Saya sudah berlangganan selama tujuh tahun. |
Jembatan Bungo yang lama dan baru, |
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar