The RK Official Website

16 Jul 2017

Robin dalam Dinamika Pendidikan Nasional

Sebagian dari hidup saya, saya jalani di suatu kawasan yang sekarang menjadi Yayasan Pendidikan Islam Raudlotut Tholibin atau singkatnya; Robin.

Pada tahun 1984 ketika saya masih berumur lima tahun, saya membawa ketel yang berisi minuman teh hangat bersama ibu dan saudara perempuan saya melewati rumpun bambu menuju situs pembangunan gedung sekolah-sekolah yang sudah direncanakan.
Keluarga kami adalah pemasok makanan dan minuman untuk para pekerja bangunan di sana.
Robin menurut Google street view 2015

Ketika saya ada di TK, guru kami pernah membagikan bakso secara cuma-cuma karena ada teman kami yang sedang merayakan ulangtahun.
Dan Madrasah Diniyyah Robin juga berhasil membentuk aqidah keislaman saya secara berarti.

Tetapi kenangan-kenangan manis itu berhenti menyusul terjadinya ketegangan dalam Pilkades Bungo 1989.

Setelah ibu kami tidak lagi berdagang di kantin Robin maka sudah tak ada lagi kehadiran keluarga kami di sana hingga saudara perempuan kami masuk ke Robin kembali lima belas tahun kemudian.

Masa-masa permulaan

Pada kenyataannya, Robin didirikan oleh Ahmad Musnan dan keluarganya atau yang lebih dikenal sebagai AM. Dia berasal dari desa Jetak yang menikahi wanita desa Bungo dan menjadikan kota Semarang sebagai basis operasi bisnisnya.
Dia menyediakan lahan, dana dan infaq lainnya untuk yayasan yang akan didirikannya sedangkan penduduk desa Bungo menyediakan tenaga kerja dalam kelompok secara bergiliran sehingga secara umum Robin didirikan oleh masyarakat desa Bungo secara keseluruhan.

Pada tahun-tahun pertama; Robin dipuji karena memiliki area yang luas, bangunan yang kokoh, furnitur yang kuat serta taman yang indah.

Pendiri yayasan memberi mereka beberapa petak sawah sebagai endowment yang diharapkan bisa mendorong kemajuannya. Selain itu juga para pengurus mencari guru-guru berkualitas dari mana saja untuk sekolah baru itu.

Lokasi yang kurang menguntungkan

Jalan raya Bungo - Mutih adalah jalan yang tak dilalui oleh bus transportasi umum.
Pemilihan lokasi sekolah di sini terbukti membebani para siswa dan juga staff dari luar Bungo lor dalam hal akses dan juga dinilai karena kurangnya visibilitas atau pandangan masyarakat ramai terhadap aktifitas sekolah.
Lokasi yang ideal adalah di jalan raya Bungo kidul.
Pemilihan lokasi yayasan di Bungo lor kemungkinan sejalan dengan rencana pengadaan tempat pemakaman keluarga.

Robin relatif sukses pada tahun-tahun pertama. Mereka memberi seragam batik biru yang menarik secara cuma-cuma kepada siswa-siswa angkatan awal. Mereka juga lumayan berprestasi di bidang akademis maupun non-akademis. Deretan trofi yang terpajang di atas rak itu menjadi saksi kesuksesan mereka.

Tetapi setelah berjalan selama tiga dekade; Robin terus-menerus menurun secara perlahan, walaupun bermacam-macam usaha telah dicoba namun masih terasa sulit untuk mendorong kemajuannya.

Peranan keluarga pendiri yayasan pada masa gerakan reformasi Bungo 1999-2000 itu mempengaruhi pandangan penduduk Bungo kidul terhadap Robin.

Krisis 2013-sekarang

Pada malam haflah akhirussanah 2013; saya mendatangi undangan mereka, hadirin terkejut menyaksikan beberapa pimpinan menyampaikan orasi dengan nada yang keras.
Seorang pimpinan mengkritik beberapa staff Robin yang menyekolahkan anak-anaknya di luar Robin, dan sebelumnya hal itu sudah menjadi bahan gunjingan di tengah masyarakat.

Berdirinya SMA Negeri di seberang sungai itu seperti gelombang tsunami yang menghancurkan sekolah serupa di sekitarnya, dan berdirinya SMK Al-Ittihad di Jungpasir juga berakibat pada penurunan reputasi SMA Islam Robin.
MTs dan madrasah diniyyah relatif mampu bertahan dari penurunan secara umum, tetapi penurunan juga ada pada TK yang mana sebagian orangtua sekarang mengarahkan pandangan pada TK Budi Santoso di Bungo kidul.

Setelah pengunduran diri dua orang kepala sekolah, beberapa staff Robin sendiri mengkritik adanya praktik nepotisme dalam pergantian posisi-posisi penting. Top manajemen juga dikritik karena memilih dan mengangkat figur-figur yang disukai saja dan enggan melibatkan tokoh-tokoh yang tidak sependapat dengan mereka.

Robin juga dikritik oleh pengamat pendidikan karena terlalu fokus pada bangunan fisik tetapi mengabaikan kesejahteraan guru dan karyawan karena itu mempengaruhi motivasi bekerja dan rasa percayadiri.

Kegagalan Robin dalam ambisi mendirikan pondok pesantren itu disebabkan tak adanya figur keagamaan yang kuat dan keengganan para pemuka agama desa Bungo sendiri dalam melakukan investasi untuk pondok pesantren yang dicita-citakan.

Tantangan masa depan

Ketika ekonomi Indonesia terus bertumbuh dan bidang pendidikan mendapat perhatian besar dari pemerintah, akhirnya Robin juga menikmati dana bantuan-bantuan dari pemerintah.
Tetapi dana pendidikan yang melimpah ternyata menciptakan kompetitor baru seperti SMA Negeri di Bungo kidul.

Dari desa tetangga, seorang pengusaha kaya dari Tedunan yang merupakan alumni pondok pesantren Al-ittihad Jungpasir telah berhasil memenuhi ambisinya untuk mendirikan SMK yang membawa nama alma maternya.

SMA Islam akan terus-menerus mengalami tantangan serupa di masa depan secara konstan.
Robin membutuhkan inovasi untuk menghadapi perubahan zaman yang cepat. Fitur sekolah SMA dan Madrasah Aliyah yang alumninya dikenal kurang ketrampilan dan sulit bersaing dipasaran tenaga kerja itu harus dikaji ulang.
Mendirikan SMK dengan kombinasi pondok pesantren adalah sangat ideal untuk menarik calon siswa dengan tetap mempertahankan nilai-nilai Islam.

Kegagalan SMA dalam merekrut 25 siswa baru pada masa tahun ajaran baru terdengar tidak mengenakkan.
Robin seharusnya meningkatkan promosi pendidikan karena masyarakat umum di sekitarnya adalah orang-orang yang masih mudah terpengaruh oleh iklan.
Adalah suatu hal yang lumrah bahwa beberapa sekolah dan universitas dari dalam maupun luar negeri sering mengadakan promosi pondidikan melalui iklan di surat kabar cetak, televisi, web, banner di tepi jalan raya sampai mengadakan festival yang menarik perhatian.

Tolok ukur kesuksesan suatu sekolah tidak terletak banyaknya siswa melainkan kualitas proses belajar-mengajarnya.


Lihat juga:



Dilema SMA Negeri 1 Wedung



Bungo is Beautiful



Hubungan Desa Bungo dengan Desa Jetak



MENU 

Tidak ada komentar: